Sabtu, 26 Juni 2010

LEGENDA SUNDEL BOLONG



Legenda Sundel Bolong Official Trailer

PROLOG: Ulasan ini saya buat pada tahun 2007 menjelang lebaran. Baru saja ketemu dan langsung saya upload sebelum keburu hilang. Mohon maaf kalau bahasa-nya masih belon nyekolah. Maklumlah..saat itu saya masih belum bisa bahasa Indonesia (bisanya bahasa Swahili). Anyway, enjoy.  
Sedikit intermezo: Saya yakin seyakin-yakinnya, buat orang yang otaknya waras, pasti langsung malingin muka ato minimal istigfar waktu ngeliat poster film berjudul "Legenda Sundel Bolong". Bukan lantaran takut atopun ngeri, tapi lebih kepada "Ya Oloh Gusti..ternyata industri film kita sudah kena kiamat sugro.." Gua termasuk orang yang menyayangkan "parade horor" di waktu Lebaran ini. Gimana enggak, hari raya yang mestinya dipenuhi tontonan yang membangkitkan silahturahmi dan persodaraan malah dipadati dengan tontonan yang memicu silahturahmi (dengan golok) dan persodaraan (dengan setan). Di Lebaran kali ini kita dijejelin Kuntilanak, Pocong, Jelangkung 3 dan sekarang...Sundel Bolong. Dan gua belon menghitung jurik dan demit lainnya yang udah ngantri pengen maen pelem bulan depan. Heran gua. Perasaan di negara barat sana, kalo lagi libur Christmas, film-filmnya didomonasi sama film keluarga. Home Alone lah, Santa Claus lah, Narnia lah... Pokoknya film-film untuk keluarga yang bisa bikin penonton mendapat pencerahan setelah keluar bioskop. Beda dengan libur Lebaran di Indonesia yang film-filmnya bisa ngebuat satu keluarga kesurupan semua sepulang dari bioskop. Balik lagi ke Legenda Sundel Bolong, ini adalah film horor kedua dari Hanung Bramantyo, setelah pernah membuat film horor Lentera Merah, yang sama seremnya sama bangke tokek. Jangan dulu protes sama judulnya yang ndeso banget atopun sama posternya yang mirip film-film kelas Buaran. Judulnya menurut gua sudah cukup representatif, walaupun memang kurang elegan (alah, judul2 film horor barat kayak "Vampires" sama "Ginger Snaps" kalo di-Indonesiain artinya kan "Kalong" dan "Jahe Gila". Kampung juga kan?). Justru menurut gua, judul "Sundel Bolong" udah bisa langsung menyentuh rasa ke-Indonesiaan kita. Buat orang yang lahir dan besar di Indonesia, walopun orang gedongan sekalipun, pasti udah pernah mendengar tentang setan awewe berpunggung seksi tersebut. Jadinya pasti udah langsung familiar. Nah, sekarang pertanyaannya, apakah isi filmnya udah cukup me-representasikan sosok setan yang kita kenal sejak masih nyusu emak??
Jawabannya adalah
IYA.
BANGET
SUMPAH.

Jangan salah, gua sangat mengagumi film Sundel Bolong versi Suzzana. Pas nonton film Malem Satu Suro di TV, gua sampe mules-mules saking takutnya. Kelar nonton, gua langsung parno se-parno parno nya, kayak ada orang yang mengintai pengen ngebunuh gua. Iya. Setakut itu. Tapi pas udah rada gedean (baca: mahasiswa) dan gua nonton film itu lagi, yang ada gua malah ngikik-ngikik kayak kuntilanak. Terutama pada adegan di mana Suketi (Yang Mulia Ratu Setan Suzzana) berubah jadi Sundel Bolong gara-gara pakunya dicabut, trus anaknya yang bernama Rio (yang scarily, identik sama nama gua) pulang sekolah dan ngeliat kondisi ibunya. Si Rio, sebagaimana anak-anak waras dan cerdas lainnya, langsung menelepon bapaknya dan terjadilah percakapan yang harusnya masuk ke dalam "Movies' Greatest Dialogue":
Kring..kriiiinggg...
Bapak: Halo? Rio??
Rio: Papaa...Papah cepat pulang Paaa...
Bapak: Hah? Ada apa Rio??
Rio: Mama, Pa... Mama... Mama jadi setaan..
Bapak: HAH?
Rio: Betul Pa. Mama...Mama jadi setaaan
Bapak: Ah, coba..coba.. Papa mau bicara sama Bibi.
Sang babysitter yang disinyalir lebih waras pun akhirnya mengambil telepon. Tapi ternyata dialognya sama aja.
Bibi: Pak? Betul Pak. Ibu jadi setan...
Bapak: Aih, cape dueeeh Coba sini, saya mau bicara sama ibu
Bibi memberikan telepon pada ibu.
Bapak: Halo Mama?
Ibu: Betul Paa... Saya jadi setaan..
 (yang ini becanda).

Tapi aside from the high cheesse factor, gua tetep mengingat Malem Satu Suro (dan film-film Suzzana lainnya) sebagai film laknat yang sempat ngebuat gua dehidrasi sehabis nonton. Dan guess what? Gua mendapatkan hal yang serupa setelah nonton Legenda Sundel Bolong buatan Hanung. Dari mulai pemilihan setting yang tahun 1965, di pedesaan Jawa Barat, gua udah langsung punya feel yang bagus akan film ini. Feel nya kena banget. Indonesia banget. Ndeso banget. Persis kayak film-film horor lokal jaman dulu.

Ceritanya tentang Imah (Jian Batari) penari ronggeng asal Banjar dan Sarpah (Baim) seorang pemetik teh yang menjalin kasih dan menikah, hingga akhirnya memutuskan untuk bekerja pada tuan tanah bernama Danapati (Tio Pakusadewo). Yang tidak diketahui Sarpa adalah, ternyata Danapati si tuan tanah ini adalah seorang womanizer alias demen cewek (kalo demen betere namanya energizer.. haha. Garing, I know). Jadi dengan akal bulusnya, dikirimlah Sarpa ke Sumatra disuruh buat ngambil bibit teh di sana. Sementara si Sarap--eh Sarpa pergi, Danapati si womanizer itu malah menodai kemurnian Imah, dipake dan disiksa sampe bengkak bengkak. Gak lama kemudian, di desa yang tadinya adem ayem itu, tiba-tiba aja muncul teror dari sosok wanita misterius penari ronggeng yang dikenal sebagai...SARAS 008. Ya enggaklah. Sundel Bolong.

Yang bikin gua salut dengan film ini adalah kemauan sutradara dan kru nya dalam bekerja pol polan dan gak nyari shotcut alias jalan gampang. Skenarionya bisa aja di set kayak horor generik kebanyakan yaitu bersetting di jakarta, dan diisi oleh karakter-karakter modern (mostly anak-anak muda cakep tapi rada-rada bloon) yang ceritanya adalah: terjebak di rumah tua, hotel, atau apalah, dan akhirnya ketemu sama Sundel Bolong. Jadilah film Legenda Sundel Bolong. Tapi ternyata Hanung memilih cara yang perlu lebih banyak usaha dan keringet. Ceritanya dibikin di tahun 1965 (PKI?). Settingnya dibikin di Jawa Barat dengan lanskap kebun teh dan kampung. Alhasil, casing filmnya jadi beda banget sama film horor kebanyakan. "Rasa horor" nya bisa langsung masuk tanpa mesti kebanyakan ngomong dan explanation. Emang dari sononya alam kita emang keliatan (dan terasa) mistis bukan? Nama Sundel Bolong yang ndeso banget itu pun tidak lagi menjadi nama yang "norak" di alam filmnya, tapi kembali menjadi suatu makhluk yang "deket", "ada" dan "bikin ngeri".

Filmnya sendiri bukan tanpa kelemahan. Sama kayak film horor lain (film Hollywood juga), film ini punya banyak koleksi "adegan pelecehan logika" dan storyline yang "Tiba-tiba-Kok-Selese-Terus-Gimana-Dong-Akhirnya" dan juga adegan "pembunuhan" oleh hantu yang tetep aja cupu (kamera bergerak ke muka orang yang lagi jerit-jerit, lalu blackout. Semua film horor lokal doyan banget pake yang begituan. Hemat efek dan hemat waktu kali ye). Tapi bagi gua, saat nonton film ini, semua itu gak jadi masalah. Gua terlanjur terhipnotis dengan gambar-gambar yang disajikan. Gua gak protes juga pada gaya dialog tokoh-tokohnya yang kadang-kadang "Nyunda Pisan" kadang-kadang "EYD". Gua merasa Hanung telah berhasil membangun sebuah alam, dimana semuanya mungkin dan sah-sah aja terjadi. 
      
Kesimpulannya, Legenda Sundel Bolong adalah sebuah tontonan horor lokal yang berhasil. Berhasil bikin nutup kuping, berhasil bikin nganga dan berhasil bikin gua ngerasa uneasy setelah keluar dari bioskop yang gelap. Tahun ini, Legenda Sundel Bolong adalah THE horror movie to watch. Along with Kuntilanak 2 karya Rizal Mantovani (tentu saja dengan kadar cheesse yang lebih banyak daripada martabak manis spesial, tapi I couldn't help it. Kuntilanak 2 is also fun to watch). Tapi gua tetap menempatkan Sundel Bolong di posisi juara.

Akhirnya Malem Satu Suro punya tandingan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar