Sabtu, 26 Juni 2010

EMAK INGIN NAIK HAJI


Emak Ingin Naik Haji Official Trailer

Peribahasa ‘Mencari jarum di tumpukan jerami’ seringkali diartikan sebagai kegiatan yang amat sulit dikerjakan (atau kalau diterjemahkan ke dalam bahasa gaulnya Tom Cruise, istilahnya Mission Impossible). Tapi terkadang, pencarian yang susah payah dapat juga berbuah hasil. Okelah, selama merogoh rogoh tumpukan jerami anda kemungkinan hanya bisa menemukan bekicot, uler sawah, sampai kotoran kebo. Tapi bukan tidak mungkin anda bisa menemukan: bekicot emas, uler sawah emas, dan kotoran kebo emas (Udah nggak usah protes. Saya yakin kalo beneran pada nemu, pasti langsung jumpalitan. Digigit uler).
 
Inilah yang saya rasakan saat saya kembali menemukan film-film yang dulu saya lewatkan. Beberapa memang pantas dilewatkan atau memang harusnya dilewatkan (e.g. Transformers 2, Remember Me (filmnya Robert Pattinson), sampai Mati Suri:Mati tak Cukup Sekali (mati kok minta nambah). Tapi beberapa film lainnya seperti Merantau, Cin(t)a, dan Pasir Berbisik saya rasa sangat patut disaksikan bersama-sama di bioskop.
Dan bagi saya, film Emak Ingin Naik Haji ini akan sangat lebih baik kalau saya tonton sendirian di rumah. Karena kalau saya nonton di bioskop, muka saya pasti bakal terlihat seperti habis digerojokin bawang merah sekilo. Rasanya mata ini cacingan, pengen kedip-kedip mulu.
 
Fokus lagi ke Emak Ingin Naik Haji. Film ini memang sudah lama saya incar, bahkan saat masih diputar di bioskop. Sayang, saat ada kesempatan nonton, filmnya mendadak saja hilang seperti disulap. Jadilah, begitu DVD nya keluar saya langsung beli dan menonton di komputer. Sembilan puluh menit kemudian, rasanya saya terserang bengek stadium 1.
 
Cerita Emak Ingin Naik Haji ini berpusat pada seorang wanita lanjut berusia 61 tahun yang biasa dipanggil Emak (diperankan oleh Ibu Aty Kanser) yang bermimpi suatu hari nanti bisa berangkat ke Mekkah untuk menunaikan ibadah Haji. Mimpi wanita tua ini cukup berat untuk direalisasikan mengingat biaya naik Haji yang tidak murah dan keadaan ekonominya yang dibawah rata-rata. Emak dibuat semakin mendamba saat dilihatnya keluarga pengusaha/ustad nan elit yang tinggal tak jauh dari rumahnya berkali kali Umroh dan naik Haji. Adalah sang putra bernama Zein (diperankan oleh Reza Rahadian) yang berusaha dengan segala cara untuk mewujudkan impian Emak berangkat ke Mekkah, dengan segala keterbatasan yang ada. Walaupun itu baru sebatas menjual lukisan untuk membantu Emak menabung dan menghadiahkan gambar Ka’bah untuk dipandangi Emak-nya setiap waktu. Sang Emak tampaknya begitu senang sampai-sampai ia berucap:
 
“Raga Emak mungkin nggak mampu buat melewati samudra yang luas begitu untuk pergi ke Tanah Suci. Tapi Emak yakin, Tuhan pasti tahu. Hati Emak udah lama ada di situ..”
Film ini, berdasarkan credit title-nya diangkat dari sebuah cerita pendek. Hal ini memang terlihat dari cerita intinya yang sungguh sederhana, dan fokus yang sebagian besar dikhususkan pada satu sampai dua tokoh utama. Memang ada beberapa tokoh lain dan sub-plot (cerita sampingan) yang turut bergulir mengisi durasi, tapi tidak mengalihkan penonton dari isu utama cerita: mimpi Emak untuk naik haji.
 
Kesederhanaan film ini memberikan ruang yang luas kepada para pemain utamanya untuk membangun hubungan yang sangat ber-kimia (alias ber-chemistry) sepanjang film. Tokoh Emak dan putranya Zein, tampak benar-benar mempraktekan jurus 3M (Bukan. Bukan Malu Malu Meong), tapi menyayangi, menghargai dan menghormati. Salut kepada Ibu Aty Kanser yang memerankan tokoh Emak tanpa harus terkena sindrom Bengis (Bentar Bentar Nangis). Tokoh Emak, walaupun dikisahkan sangat mendamba melihat Ka’bah, tampak sedikit cuek, lugas dan tegar. Hal inilah yang membuat penonton (baca: gua) langsung kelilipan saat melihat tokoh Emak akhirnya diam-diam menitikkan air mata. Menyaksikan orang tegar menangis selalu membawa emotional impact yang lebih kuat ketimbang melihat orang—yang memang dari sononya cengeng—sesenggukan.
Salut saya juga saya hantarkan pada Reza Rahadian, pemeran Zein di film ini. Sudah tiga film yang dia bintangi (termasuk film ini) yang saya tonton. Dua diantaranya adalah Hari untuk Amanda dan Alangkah Lucunya Negeri Ini. Semua filmnya bagus (khusus untuk Alangkah Lucunya Negeri Ini, saya sematkan predikat Susu Anget (Suwer Sumpe Awesome Banget). Penampilan dia pun selalu terlihat luar biasa natural. Menonton Reza di sini membuat saya merasa memiliki kemampuan telepati. Semua emosi terbaca dari mukanya. Bahkan saat tokoh Zein ini cuma duduk di atas kursi, tanpa bicara apa-apa. Film ini membuat saya percaya bahwa orang yang bernama Reza Rahadian ini adalah salah satu pelakon muda terbaik di Indonesia saat ini.

Senang asanya melihat sebuah film Indonesia bermuatan religi yang benar-benar mengangkat topik yang substantial dan relevan dengan agama yang dimaksud. Saat film bermuatan religi lainnya mmemilih untuk bercerita tentang konflik rebut-rebutan cowok dan poligami dengan setting otentik nan mahal di Mesir, film Emak Ingin Naik Haji memilih untuk bercerita tentang hubungan umat dengan Penciptanya, hubungan anak dengan Emak-nya.
 
Film ini sedikit banyak mengingatkan saya pada film keluaran tahun 2004 berjudul Le Grand Voyage, sebuah film Perancis yang mengisahkan tentang seorang pemuda yang harus rela mengendarai mobil sejauh ribuan kilometer untuk mengantarkan sang ayah naik Haji ke Mekkah. Film Perancis ini juga mayoritas diisi dengan dialog dan interaksi yang intim antara orangtua dan anak. Membuat penonton (baca: gua) begitu peduli dengan apapun yang dilakukan tokoh-tokohnya. Sesuatu yang sulit saya rasakan saat saya menonton pelakon Indonesia didandani bak orang arab dan mondar mandir di depan gurun dan piramid dengan tujuan pamer lokasi.
 
Singkat kata, menurut saya, film Emak Ingin Naik Haji ini memang bagaikan jarum emas di antara tumpukan jerami. Kehadirannya begitu tidak mencolok sehingga begitu mudah terlewat. Namun begitu anda menemukannya, anda akan bertanya-tanya kenapa harta karun ini bisa sampai luput dari perhatian anda (saya mungkin bicara seperti ini karena saya muslim, tapi jujur, menurut saya film ini memang patut ditonton. Apapun kitab yang anda baca).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar